Mencintai Ilmu
Kun ‘aliman, au muta’aliman, au mustami’an au muhibban, wa la takun khamisan. Jadilah orang yang berilmu, atau penuntut ilmu, pendengar ilmu atau pecinta ilmu dan jangan jadi orang yang kelima. (Al Hadis)
Kun ‘aliman, au muta’aliman, au mustami’an au muhibban, wa la takun khamisan. Jadilah orang yang berilmu, atau penuntut ilmu, pendengar ilmu atau pecinta ilmu dan jangan jadi orang yang kelima. (Al Hadis)
Orang
kelima yang dimaksud dalam hadis ini adalah bukan orang berilmu, bukan penuntut
ilmu, orang yang malas mendengarkan kajian yang membahas ilmu dan yang tidak
suka terhadap ilmu. Dan kita dilarang menjadi orang kelima ini. Sungguh
kerugianlah sebenarnya yang akan didapat oleh orang kelima ini.
Ilmu
pengetahuan harus diambil sebanyak-banyaknya. Tak peduli siapa yang memegang
dan dari mana asal si pemegang. Tak peduli di mana tempat ilmu tersebut, kita
disuruh untuk mengambilnya. Rasulullah pernah mengatakan bahwa hikmah (ilmu)
itu adalah milik orang Islam, ambillah di mana pun tempatnya. Bahkan, walau pun
di negeri China. Kewajiban ini juga tidak dibatasi oleh usia. Titik mulainya
kewajiban menuntut ilmu itu mulai dari buaian, sejak bayi lahir, sampai liang
lahat, sampai si bayi tersebut menutup lembar hidupnya, dimasukkan ke liang
lahat, tempat peristirahatannya yang terakhir.
Mengenai
tidak perlunya memilah kepada siapa kita menuntut ilmu dapat kita lihat contoh
pada Imam Syafii, salah seorang imam mazhab di dalam riwayat hidupnya
menjelaskan bahwa salah seorang gurunya beragama Yahudi (sewaktu beliau tidak
mengetahui ciri anjing baligh). Hal ini berarti bahwa memang yang terpenting
adalah ilmunya.
Sebuah
Hadis lain menjelaskan mengenai pentingnya ilmu mengatakan:
Barang siapa menginginkan (kebahagiaan, keberhasilan)
dunia, maka itu didapatkan dengan ilmu. Barang siapa menginginkan akhirat, maka
itu didapatkan dengan ilmu
Barang siapa menginginkan keduanya, maka itu pun
dengan ilmu.
Jadi
sangat rugilah bila kita membiarkan anak-anak kita, saudara-saudara kita,
tetangga dan masyarakat di sekeliling kita atau bahkan diri kita sendiri tidak
mendapatkan akses yang banyak untuk memperoleh ilmu ini. Masih banyak tetangga
dan masyarakat di sekeliling kita yang membutuhkan bantuan untuk mendapatkan
akses ilmu yang lebih luas. Ini merupakan ladang investasi
untuk menyiapkan generasi yang lebih baik. Kalau bukan generasi sekarang yang
mempersiapkan, maka bersiaplah karena generasi yang akan terbentuk adalah
generasi keblinger, rapuh tanpa
pegangan.
Sekali lagi mari kita
mencintai ilmu, kita berikan kesempatan seluas-luasnya untuk meraih ilmu kepada
diri kita dan orang lain di sekeliling kita.
Wallahua’lambishshowab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar